KONDISI
LEMBAGA PEMASYRAKATAN DALAM HUBUNGAN TIMBULNYA RESIDIVIS
(Sarana
Prasarana Kurang Lengkap Sehingga Tidak Terampil)
Esa atas berkat dan karunianya
saya dapat menyelesaikan masalah ini sehingga makalah ini ada seperti sekarang
ini, saya juga berterimakasih kepada dosen saya Sahata Simamora SH. MHu. Yang
telah memberikan tugas ini sehingga saya dapat belajar tentang Lembaga
Pemasyrakatan lebih baik lagi yaitu melalui Mata Kuliah Penologi, saya juga
mengucapkan terimakasih kepada orangtua saya yang selalu memberi semangat dan
tantangan sehingga saya mampu sampai sekarang ini, saya juga tidal lupa
berterimakasih kepada teman-teman sekalian yang memberi motivasi agar saya
mampu bersaing di dalam kehidupan yang lebih baik.
Pada makalah ini saya sebagai penulis
membahas tentang Lembaga Pemasyrakatan khususnya tentang perlunya Fasilitas untuk
memacu keterampilan dari para napi sehingga napi sudah siap untuk memulai
kehidupannya ketika telah selesai menerima hukumannya dan lewat pembinaan yang
dilakukan Lembaga Pemasyrakatan dapat memanusiakan si napi agar dapat menjadi
manusia yang lebih baik dan ketika di dalam masyarakat mampu mengembangkan
dirinya terlebih menjadi lebih produktif dan mampu bersaing untuk mendapatkan
kesejahteraan yang lebih baik lewat pembinaan yang dijalaninya sehingga ia
dapat melakukan aktivitasnya seperti sedia kala. Penulis juga merasa kurang
efektifnya Lapas di Indonesia dan pembahasan Lapas juga di situs internet
sangat minim sehingga pengetahuan tentang lapas perlu dikenbangkan karena
tujuan Lapas pada hakikatnya bertujuan untuk pembinaan seperti yang disebut
Suhardjo sehingga memasyraktan si napi untuk menjadi manusia sejati dan berhak
menerima hak dan kewajibannya.
Dalam makalah ini penulis sangat
menginginkan para pembaca dapat mendapat sebuah pengetahuan baru sehingga dapat
memberi suatu kebaikan kepada masyarakat agar mempunyai pemahaman yang jelas
tentang Lembaga Pemasyrakatan untuk mencega Residivis kepada seorang napi
sehingga napi dapat disadarkan. Dibalik itu semua penulis meminta maaf kepada pembaca dan penulis juga menerima
kritik dan saran dari pembaca sehingga dapat terciptanya suatu pengetahuan yang
baru dalam diri seorang pembaca dalam makalh ini , terimakasih
Pontianak,
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar……………………………………………………..………….…...ii
Daftar Isi………………… ………………………………………….…………….iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang …………………………………………………………….4
B. Rumusan
Masalah………………………………………………………….5
C. Batasan
Masalah……………………………………………………………6
D. Tujuan
Masalah………………………………………….…………………7
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Pengertian,
Fungsi, dan Tujuan Lembaga Pemasyarakatan…………………8
B. Kondisi Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia…………………….……..10
BAB
III PENUTUP
A. Kritik
……………………………………………..………………………...21
B. Saran……………………………………………..………………………….22
C. Kesimpulan……………………………………..…………………………...23
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………..…………………………..24
BAB I PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Dewasa ini telah
kita ketahui setiap napi atau pelaku
criminal akan di masukan ke dalam lembaga pemasyarakatn agar menerima hukuman
yang telah diperbuatnya sehingga Lembaga Pemasyarakatan sebagai Pembina
sekaligus pemberi sanksi kepada napi yang terjerat hukum. Di zaman sekarang ini istilah Penjara
berangsur-angsur berubah seiring berkembangnya hukum dan kemajuan pemikiran
manusia bahwa mansia memerlukan suatu pembinaan kepada para napi agar
dikemudian hari si napi tersebut mendapat kehidupan yang layak dan mampu hidup
layaknya manusia lainnya. Disinilah Lembaga Pemasyarakatan berperan dalam
mengembangkan moral dan pribadi seorang napi agar mendapatkan pembinaan dan
pelatihan yang lebih baik karena lewat pelatihan-pelatihan tersebut dapat
memanusiakan para napi.
Pada setiap permasalahan napi Lembaga
Pemasyrakatan selayaknya mempunyai dukungan yang baik dari segi fasilitas dan
pelatihan-pelatihan dari pemerintah sehingga masyarakat napi dapat mengubah
dirinya kembali menjadi masyrakat biasa sehingga mampu beradaptasi. Perlunya
suatu standar dari pemerintah terhadap suatu Lapas agar hal tersebut dapat
tercapai sehingga memperbaiki tatanan masyrakat yang lebih baik, penulis
membahas tentang fasilitas yang efektif
dan efisien terhadap Lembaga Pemasyarakatan sehingga kebaikan yang terjadi
terhadap masa depan si napi terlebih perbaikan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
terampil sehingga meminimalisirkan
tingkat Resdivis napi sehingga mampu hidup dalam masyarakat.
Lewat makalah ini, penulis mengaharapkan
pembaca agar mempunyai pengertian dan ilmu terhadap pembahasan makalah ini
sehingga pembaca sesuatu yang baru sehinnga menambah informasi yang berguna dan
dapat digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Penulis juga meminta maaf karena
kemungkinan adanya kesalahan penulisan dan pengertian yang kurang jelas sehingga nformasi tersebut
kurang terserap dengan baik.
Pontianak,
2018
Rumusan Masalah
1.
Apakah
Pengertian, Fungsi, dan Tujuan Lembaga Pemasyarakatan?
2.
Bagaimana
kondisi Lembaga Pemasyrakatan di Indonesia?
Batasan Masalah
Pada pembuatan Makalah
ini penulis semata-mata membahas tentang keadaan suatu Lembaga Masyarakat yang
efektif dan efisien, baik dari segi pelatihan dan pembenahan para napi agar
menunjang perbaikan napi di dalam Lembaga Pemasyarakatan sehingga terciptanya
suatu perbaikan moral dan pengembangan
keterampilan napi ketika napi telah selesai menyelesaikan hukuman sehingga
dengan keterampilan tersebut, para napi dapat memperoleh keterampilan dalam
bidangnya sehingga para napi dapat menjadi pribadi yang lebih baik ketika
tersselesaikan hukumanya sehingga meminimalisir tingkat residivis di kemudian
hari, Penulis juga hanya membahas tentang Lembag Pemasyarakatan yang berisi
napi yang dewasa.
Tujuan Masalah
1.
Agar mengetahui
Pengertian, Fungsi, dan Tujuan Lembaga Pemasyarakatan
2.
Agar mengetahui
kondisi Lembaga Pemasyrakatan di Indonesia
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
Dalam pengertian tentang Lembaga
Pemasyarakatan terdapat beberapa pengertian tersendiri yaitu antara lain
1. Pasal 1 ayat 3 UU Nomor 5
Tahun 1995
Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat
untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak DidikPemasyarakatan.
Sedangkan pengertian anak didik
pemasyarakatan dalam pasal 1 ayat 8 yaitu
a)
Anak
Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18
(delapan belas) tahun
b)
Anak
Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara
untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18
(delapan belas) tahun;
c)
Anak
Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh
penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18
(delapan belas)tahun.
Pasal
1 ayat 7
Narapidana
adalah Terpidana yang menjalani pidana hilangkemerdekaan di LAPAS.
2. Lembaga Pemasyarakatan adalah
badan yang dibentuk pemerintah dalam tatanan hukum yang mepunyai tujuan
memanusiakan napi dengan kata lain mengembangkan moral dan dan ahlak
melalui pelatihan dan pengembangan
sehingga terciptanya manusia yang seutuhnya ketika keluarnya napi dari masa
tahanan (Priyade Sinaga).
Tujuan
Lembaga Pemasyarakatan
1.
Membentuk Warga Binaan
Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki
diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh
lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup
secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab.
2.
Memberikan jaminan perlindungan hak
asasi tahanan yang ditahan di Rumah Tahanan Negara dan Cabang Rumah Tahanan
Negara dalam rangka memperlancar proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan
di sidang pengadilan
3.
Memberikan jaminan perlindungan hak
asasi tahanan / para pihak berperkara serta keselamatan dan keamanan
benda-benda yang disita untuk keperluan barang bukti pada tingkat penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta benda-benda yang
dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan.
Memahami fungsi lembaga
pemasyarakatan yang dilontarkan Sahardjo sejak itu dipakai sistem
pemasyarakatan sebagai proses. Dengan dipakainya sistem pemasyarakatan sebagai
metode pembinaan jelas terjadi perubahan fungsi Lembaga Pemasyarakatan yang
tadinya sebagai tempat pembalasan berganti sebagai tempat pembinaan. Didalam
perjalanannya, bentuk pembinaan yang diterapkan bagi Narapidana (Pola Pembinaan
Narapidana/Tahanan 1990, Departemen Kehakiman) meliputi:
1. Pembinaan berupa interaksi langsung, bersifat kekeluargaan
antara Pembina dan yang dibina.
2. Pembinaan yang bersifat persuasif yaitu berusaha merubah
tingkah laku melalui keteladanan.
3. Pembinaan berencana, terus menerus dan sistematika.
4. Pembinaan kepribadian yang meliputi kesadaran beragama,
berbangsa dan bernagara, intelektual, kecerdasan, kesadaran hukum,
keterampilan, mental spiritual.
Tujuan pembinaan Narapidana
selanjutnya dikatakan untuk memperbaiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti)
para Narapidana dan anak didik yang berada di dalam LAPAS atau RUTAN.
Fungsi Lembaga Pemasyarakatan
Menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. ( Pasal 3 UUD No.12 Th.1995 tentang Pemasyarakatan ).
B. Kondisi Lembaga Pemasyarkatan di Indonesia
Kondisi Lembaga
Permasyarakatan di Indonesia mencerminkan penjara saat ini penuh dengan tahanan
dan narapidana mengakibatkan kondisi kelebihan kapasitas yang memberikan
susasan suntuk di dalam penjara.
Kondisi seperti
mengakibatkan adanya sebuah kekhawatiran akan semakin penuhnya penjara dan
berpotensi akan terjadi kekacauan dari dalam penjara melihat dari sumpeknya
lingkungan serta kekurangan sumber daya manusia untuk mengelola lembaga
permasyarakatan.
Permasalahan lainnya
yang perlu diperhatikan adalah permasalahan lemahnya pengwasan lapas dimana
saat ini lapas dapat digunakan untuk mengendalikan peredaran narkoba seperti
yang terjadi pada kasus Freddy Budiman, serta pertanyaan akan integritas
petugas lapas dalam mengelola sesuai dengan tujuan berdirinya lapas.
Lapas yang di
Indonesia berada di bawah pengelolaan Kementerian Hukum dan Ham serta adanya
rumah tahanan yang dikelola oleh kepolisian dan penegak hukum lainnya
seharusnya menjadi tugas institusi tersebut dalam mengelola penjara di Indonesia.
Terjadinya
kasus-kasus dimana tahanan melarikan diri dan dari penjara menunjukkan bahwa
ada sebuah kekurangan dalam pengawasan yang dilakukan pada para tahanan
sehingga hal seperti ini berulang terus menerus. Situasi seperti ini tentunya
dapat memberikan efek kekhawatiran bagi masyarakat yang tinggal di daerah dekat
dengan lembaga permasyarakatan dan dapat berakibat pada kondisi insecure yang
akan dialami oleh masyarakat.
Masalah yang ada di
dalam lapas juga tidak lepas hanya berada pada pelayanan dalam Lapas terhadap
para tahanan dan juga narapidana, hal ini dikarenakan pelayanan dari pihak
Lapas menjadi penting bagi memenuhi kebutuhan primer tahanan.
Contohnya adalah
kualitas makanan yang baik, sanitasi yang bersih, lingkungan yang memberikan kesempatan
bagi pelaku kriminal mengalami rehabilitasi dan keahlian yang dapat digunakan
suatu ketika mereka telah bebas dari penjara.
Masalah pelayanan
menjadi krusial di masa sekarang dengan adanya media yang dengan mudahnya untuk
mengangkat sebuah pemberitaan dan masalah seperti ini dapat memberikan efek
buruk bagi penegakkan Hak Asasi Manusia di dalam penjara.
Sebelumnya pada
kasus pembakaran sebuah lapas oleh penghuni di dalamnya memberikan sebauh warning bagi
penegak hukum dimana kontrol dipeang oleh para tahanan dan narapidana bukan
dipegang oleh pihak yang seharusnya menangani hal tersebut.
Salah satu kejadian
yang terjadi belakang ini terjadi di Lemaga Permasyarakatan Kelas IIA di
Pontianak. Mengetahui adanya sidak yang dipimpin oleh Menteri Yasonna Laoly dan
dengan dikawal oleh personil Polri di dalam lapas. Kejadian yang mencekam ini
dilakukan dengan melakukan aksi pembakaran di area blok mereka serta melempari
petugas dengan kayu.
Masalah serupa
terjadi di Lapas Bengkulu yang berakibat pada jatuhnya korban yang berjumlah
lima orang usai terjadi kerusan pada 25 Maret 2016 serta adanya pembakaran
meyebabkan blok A, B, dan C terbakar habis.
Serupa dengan kasus
di Pontianak, pembakaran dipicu oleh penggeledahan yang dilakukan oleh Badan
Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bengkulu. Dua kejadian ini seharunya menjadi
jawaban bagaimana sel penjara tidak mampu membuat para pelaku kriminal lebih
baik dibanding sebelumnya dan menjadikan penjara sebagai efek penggentarjeraan
bagi pelaku kejahatan.
Seperti yang terjadi
di Amerika Serikat pada tahun 2006 dimana jumlah penjara meningkat drastis
dibanding dengan angka kejahatan yang menurun yang merupakan efek dari
reformasi sentencingdari tahun ke tahun yang terjadi. Dari
perspektif ahli ekonomi dimana tuntutan penjara yang lebih lama dapat
memberikan efek jera yang lebih besar dikarenakan waktu yang harus dibayar oleh
pelaku kriminal dalam menjalani hukuman.
Efektivitas
Hukuman Penjara di Indonesia
Setelah
melihat masalah yang terjadi di dalam penjara dan bagaimana hal tersebut
mempengaruhi para tahanan dan juga narapidana yang tinggal di dalam sel
jerujinya dalam sub-bab selanjutnya mengenai efektivitas hukuman penjara.
Efektivitas disini tidak hanya dilihat berdasarkan oleh biaya semata namun
efektivitasnya dari segi sosial dan apakah penjara mampu memperbaiki human
being yang sudah divonis rusak oleh pengadilan atau masyarakat,
Berlanjut
dari peryataan kalimat akhir subbab 3.1 mengenai efek gentar dari pemenjaraan
yang diberlakukan bagi para pelaku kriminal dan juga bagaimana penjara dapat
menjauhkan mereka yang sudah pernah mendiami penjara untuk tidak kembali masuk
ke dalam balik jeruji sel.
Namun
hal ini dapat dipatahkan dimana dikenal istilah residivis yaitu mereka yang
sudah terbiasa keluar masuk penjara dan memberikan mereka sebagai pelaku
kejahatan atau bisa dikenal dengan istilah karir kriminal.
Situasi
seperti ini menyebabkan muncul pertanyaan apakah penjara cukup efektif dalam
memberikan pengembalian sesorang untuk tidak berbuat jahat ataupun cukup untuk
mengajak pelaku kriminal untuk tidak melakukan tindakan yang sama di kemudian
hari.
Robert
Johnson mengeluarkan sebuah puisi yanng berisikan tentang pendirian penjara
yang bukan day-care dan saat penjara sudah dibangun, dan para
pelaku telah masuk ke dalam penjara seolah-olah masalah sudah selesai sampai
saat itu dengan tidak memperhatikan penjara dan seisinya.
Bahkan
menurut beberapa ahli, penjara merupakan bentuk penyerangan terhadap jiwa
seseorang dimana efek utama yang dirasakan oleh sesorang dalam kehidupan dalam
penjara adalah bukan fisik namun jiwa manusia tersebut.
Penggunaan
penjara yang pada awalnya diliat sebagai bentuk penghukuman yang lebih
manusiawi dibandingkan penghukuman korporal tidak dianggap sebagai hal yang
reformatif.
Sehingga
efektivitas hukuman penjara dan efek sampingnya bagi jiwa manusia perlu dikaji
di masa depan melihat jumlah biaya dan bentuk lain yang lebih konstruktif dalam
memberikan pelajaran terhadap pelaku kejahatan.
Penjara di Kemudian Hari
Hukuman penjara yang merupakan salah satu bentuk
penghukuman memberikan pemahaman mengenai kondisi penjara dan tahanan serta
narapidan yang menjalani masa hukumannya di dalam penjara. Permasalahan yang
muncul di dalam penjara adalah bagaimana interaksi yang terjadi antara inmate memiliki
jalinan yang kuat sehingga saat ada rasa belonging antara
tahanan satu dan yang lainnya.
Dari sinilah dapat terjadi pertukaran informasi dan
pembelajaran dari seorang pelaku kriminal terhadap pelaku kriminal lainnya yang
memberikan kesempatan seorang untuk naik kelas dalam perbuatan melanggar hukum.
Kehidupan dalam penjara ini akan memberikan kesempatan bagi manusia untuk
mengembangkan perilaku-perilakunya untuk memainkan peran yang telah disusun
seperti drama.
Sering dijumpai para tahanan yang setelah masuk ke dalam
lapas akan menjadi lebih soleh dan lebih dekat kepada Tuhan untuk memberikan
impresi sendiri sebagai bentuk usaha mencapai kepentingannya.
Permasalahan yang tadi telah dibahas perlu dilihat lebih
spesifik dimana untuk menemukan apa akar dari masalah yang tercipta seperti
pembakaran lapas, kapasitas lapas yang melebihi batas tampung dan praktek suap
yang terjadi dalam lembaga permasyarakatan.
Dalam hal efektivitas dari penjara untuk memberikan satu
jalan bagi pelaku kriminal untuk kembali ke jalan yang benat dengan tidak
melakukan hal-hal melanggat aturan yang menimbulkan korban perlu dikaji lebih
lanjut.
Dimana hal ini bisa jadi adalah sebab mengapa kapasitas
lembaga permasyarakatan melebihi kapasitas yang telah dibuat sebelumnya.
Menambah bangunan penjara untuk mengatasi hal ini bukan berarti akan memastikan
seseorang yang akan masuk penjara akibat perbuatannya berkurang.
Sehingga untuk mengatasi masalah efektivitas hukuman
penjara perlu dilihat alternatif hukumsn lsin ysng cocok dengan sosiologis
masyarakat Indonesia dan kegunaannya dalam mendukung penegakan hukum di
Indonesia.
Dengan seperti ini nantinya diharapkan penghukuman
penjara akan dapat berkurang khususnya pada kasus-kasus ringan yang dapat
diselesaikan secara kekeluargaan tanpa harus dibawa ke pengadilan yang juga
memerlukan biaya besar.
Contoh kasus pengembangan napi
untuk menjadi warga binaan yang terampil agar tidak terjadinnya residivis di
kemudian hari
Penghuni Lapas Cipinang Dapat Pelatihan Tenaga Kerja
Konstruksi
Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bekerjasama dengan Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menggelar
pelatihan keterampilan jasa konstruksi bagi 100 narapidana penghuni Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Cipinang, Jakarta, pada Senin (30/7/2018).
Kerjasama
ini bertujuan untuk memberikan pelatihan dan bimbingan teknis kepada warga
binaan yang telah menjalani 2/3 masa tahanan, klien yang mendapatkan ketentuan
bebas bersyarat, dan juga kepada para petugas pemasyarakatan. Sehingga warga
binaan dan petugas memiliki kemampuan dalam bidang jasa konstruksi.
Direktur
Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Syarif Burhanudin mengatakan,
pemberdayaan terhadap warga binaan pemasyarakatan yang menjadi potensi tenaga
kerja konstruksi dapat memberikan kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan
tenaga kerja konstruksi bersertifikat yang saat ini baru berjumlah sekitar
470.789 orang.
Warga Binaan
Lapas Klas I Makassar Diberi Pelatihan Pertukangan
MAKASSAR - Warga
binaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Gunung Sari Makassar diberi
pelatihan pertukangan. Di hari pertama, Selasa (28/08/2018), sedikitnya 100
warga binaan mengikuti pelatihan yang dikerjasamakan dengan Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Kepala Pengamanan Lapas Klas I Makassar, Mutzaini mengatakan, pelatihan ini dibagi menjadi dua kelompok kerja yang disesuaikan dengan kemampuan para warga binaan, seperti keahlian tukang batu, kayu, besi dan las.
Pelatihan ini kata dia berlangsung selama tiga hari hingga 30 Agustus pekan ini.
"Kegiatan pelatihan ini merupakan tindak lanjut dari salah satu lingkup kerja sama tentang peningkatan kapasitas bagi petugas dan warga binaan pemasyarakatan di bidang jasa konstruksi berdasarkan MoU/perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani, pada tanggal 27 Juli 2018, di Nusakambangan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa (28/08/2018).
Sebagai dasar pelatihan, para warga binaan diberi pemahaman tentang konstruksi bangunan. Misalnya cara memasang batu yang benar dan penggunaan alat-alat bangunan lainnya. Kemudian mereka diharap untuk membangun pondasi perkebunan di lapas sebagai penerapan materi konstruksi yang diterima.
"Kegiatan ini dilaksanakan di sekitar halaman perkebunan Lapas Makassar yang ditargetkan dalam 2 hari kedepan warga binaan yang tergabung dalam pelatihan ini dapat mempunyai kompetensi yang bisa dimanfaatkan ketika kembali ke masyarakat," terang Mutzaini.
"Dan sertifikat yang diberikan pada warga binaan juga dapat menunjang mereka sebagai tenaga terampil (tukang) yang berlaku selama 3 tahun dan tercatat pada sistem daya naker yakni sistem terintegrasi yang dikembangkan oleh Kementerian PUPR guna mencatat data tenaga kerja," kuncinya.
Kepala Pengamanan Lapas Klas I Makassar, Mutzaini mengatakan, pelatihan ini dibagi menjadi dua kelompok kerja yang disesuaikan dengan kemampuan para warga binaan, seperti keahlian tukang batu, kayu, besi dan las.
Pelatihan ini kata dia berlangsung selama tiga hari hingga 30 Agustus pekan ini.
"Kegiatan pelatihan ini merupakan tindak lanjut dari salah satu lingkup kerja sama tentang peningkatan kapasitas bagi petugas dan warga binaan pemasyarakatan di bidang jasa konstruksi berdasarkan MoU/perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani, pada tanggal 27 Juli 2018, di Nusakambangan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa (28/08/2018).
Sebagai dasar pelatihan, para warga binaan diberi pemahaman tentang konstruksi bangunan. Misalnya cara memasang batu yang benar dan penggunaan alat-alat bangunan lainnya. Kemudian mereka diharap untuk membangun pondasi perkebunan di lapas sebagai penerapan materi konstruksi yang diterima.
"Kegiatan ini dilaksanakan di sekitar halaman perkebunan Lapas Makassar yang ditargetkan dalam 2 hari kedepan warga binaan yang tergabung dalam pelatihan ini dapat mempunyai kompetensi yang bisa dimanfaatkan ketika kembali ke masyarakat," terang Mutzaini.
"Dan sertifikat yang diberikan pada warga binaan juga dapat menunjang mereka sebagai tenaga terampil (tukang) yang berlaku selama 3 tahun dan tercatat pada sistem daya naker yakni sistem terintegrasi yang dikembangkan oleh Kementerian PUPR guna mencatat data tenaga kerja," kuncinya.
Warga Binaan Lapas Dapat Pelatihan
Wirausaha
NERACA
Jakarta – Kementerian Perindustrian
terus berupaya mengembangkan Wira Usaha Baru (WUB) khususnya di sektor industri
kecil dan menengah. Sejalan dengan hal tersebut, Kemenperin sudah sejak lama
menjalin kerjasama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk
memberikan program pelatihan keterampilan kepada warga binaan lembaga
pemasyarakatan (lapas) di seluruh Indonesia.
“Kami menargetkan penumbuhan
wirausaha baru sebanyak 5000 orang pada tahun 2017 dan 20.000 orang pada akhir
tahun 2019. Karenanya, kerjasama kami dengan Kemenkumham ini mendukung
kebijakan pengembangan industri nasional berbasis ekonomi kreatif sekaligus
untuk menumbuhkan wirausaha baru,” kata Plt. Sekjen Kemenperin Haris Munandar
mewakili Menteri Perindustrian pada pembukaan Pameran Produk Unggulan Narapidana
2017 di Plasa Pameran Industri, Kemenperin, Jakarta, sebagaimana disalin dari
siaran pers.
Haris juga menyampaikan, berbagai
upaya pembinaan yang telah dilakukan kedua pihak selama ini dapat membangun
citra positif bagi warga binaan lapas. Sehingga, mereka diharapkan terus
berkarya dan mampu berkompetisi di tengah lingkungan masyarakat setelah selesai
menjalani masa pembinaan.
“Kami memberikan apresiasi terhadap
tema pameran tahun ini, yaitu Kreativitas Tanpa Batas Meski Tempat Terbatas.
Slogan ini menjadi penting dalam upaya pembangunan sumber daya manusia yang
berkualitas dan mengedepankan penumbuhan wirausaha pemula di sektor ekonomi
kreatif,” paparnya.
Haris juga menyatakan, langkah
tersebut sesuai dengan misi pembangunan industri ke depan terutama dalam
meningkatkan peran industri kecil dan menengah (IKM) sebagai salah satu pilar
dan penggerak perekonomian nasional. “IKM memegang peranan penting dalam
penguatan struktur industri mendorong pertumbuhan perekonomian nasional,”
tuturnya.
Selain menyerap banyak tenaga kerja,
IKM juga menjadi sektor vital dalam mendistribusikan hasil-hasil pembangunan di
Indonesia sehingga mampu mengurangi angka kemiskinan dan kesenjangan sosial di
masyarakat. “Oleh karena itu, kami terus mendorong penguatan sumber daya industri
dan perluasan pasar produk IKM,” imbuh Haris.
Untuk aspek penguatan sumber daya
industri, upaya yang perlu dilakukan meliputi pendidikan dan pelatihan vokasi
industri, pemagangan industri, serta sertifikasi kompetensi. Sedangkan,
perluasan akses pasar melalui fasilitasi pameran dan program e-smart IKM.
Pameran yang telah dilaksanakan kali
kelima ini berlangsung selama empat hari, tanggal 4-7 April 2017 diikuti
sebanyak 44 peserta dari 33 Divisi Pemasyarakatan seluruh Indonesia. Berbagai
produk unggulan yang ditampilkan, antara lain produk kerajinan, makanan olahan,
dan fashion.
Maksud dan tujuan kegiatan pameran
ini adalah untuk mengenalkan dan mempromosikan kegiatan pembinaan narapidana di
Lapas, memasarkan produk unggulan narapidana dan meningkatkan kerja sama dan
partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembinaan.
Dirjen IKM Kemenperin Gati
Wibawaningsih menyebutkan, berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan oleh
Direktorat Jenderal IKM terkait pemberdayaan warga binaan lapas, di antaranya
fasilitasi pameran di Plasa Pameran Industri dengan jumlah lebih dari 180 booth
sejak tahun 2013-2016, serta pelatihan kewirausahaan sebanyak dua angkatan
dengan jumlah peserta 15 orang di Lapas Kelas IIB Anak dan Wanita, Tangerang,
Banten pada 2012.
Selanjutnya, pelatihan wirausaha
baru untuk IKM pakaian jadi dan bordir di Lapas Wanita Kelas IIA Palembang,
Sumatera Selatan dengan jumlah peserta 15 orang tahun 2014, serta pelaksanaan
program bimbingan teknis dan Start Up untuk IKM kerajinan di Lapas di Palu,
Sulawesi Tengah dengan peserta 20 orang pada 2015.
“Kami melihat potensi produk karya
dari teman-teman warga binaan lapas sudah sangat bagus. Terlebih lagi pada
produk kerajinan, banyak yang kreatif,” ujar Gati. Untuk mendukung pemasaran
produk tersebut, Kemenperin akan memfasilitasi melalui program e-smart IKM.
“Hasil penjualannya nanti akan ditampung oleh Kemenkum HAM agar bisa dikelola
untuk kesejahteraan para narapidana,” lanjutnya.
Dalam upaya penumbuhan wirausaha
baru khususnya sektor IKM, Gati mengungkapkan, pihaknya telah melakukan program
inkubator bisnis dengan melaksanakan kegiatan Bimbingan Teknis, Start-up
Capital, Pendampingan, dan Fasilitasi Izin Usaha Industri. “Awal Mei nanti,
kami akan melakukan workshop e-smart IKM di Sidoarjo untuk 150 IKM di Jawa Timur.
Selanjutnya di Bandung, Jakarta, dan luar Jawa. Tahun ini, ditargetkan delapan
lokasi,” lanjutnya
Untuk meningkatkan kualitas produk
IKM dalam negeri terjamin standar dan mutunya, Gati menambahkan, Kemenperin
telah melakukan pembinaan terhadap IKM dalam bentuk pemberian fasilitasi yang
meliputi bimbingan penerapan dan sertifikasi produk, restrukturisasi mesin dan
peralatan berupa potongan harga pada pembelian mesin dan peralatan, pemberian
izin usaha, pengembangan produk, perlindungan hasil karya industri dengan HKI,
serta bantuan informasi pasar, promosi dan pemasaran.
Gati menyampaikan, industri kreatif
menyumbang sekitar Rp642 triliun atau 7,05 persen terhadap total PDB Indonesia
pada tahun 2015. Kontribusi terbesar antara lain berasal dari sektor kuliner.
BAB III PENUTUP
Saran
Dalam penyelesaian
suatu permasalahan napi diperlukannya suatu pemahaman yang jelas dan
pengembangan yang mumpuni agar setiap napi mendapat pelatihan yang sesuai
dengan kemampuannya sehingga napi tersebut dapat dengan baik di kembangkan.
Kemudian perlunya pengembangankepada masyarakat juga pengertian seorang napi
dan yang telah bebas tahanan karena kemungkinan napi yang telah menyelesaikan
hukumnya mendapat lebelling di dalam masyarakat, untuk itu perlunya pembenahan
dan sosialisasi juga kepada masyarakat sehingga masyarakat mengerti tujuan yang
sebenarnya dari hukuman yang diterima si Napi sehingga masyrakat juga sadar
diri sehingga tidak timbulnya Residivis kepada si napi oleh karena masyrakat
sebaliknya masyrakat pada akhirnya dapat memberi tempat kepada eks napi, karena
kita tahu bersama bahwa cap yang sangat jelek di dapat oleh eks napi oleh
masyarakat kita sehingga sulit untuk bersosialisasi dalam masyrakat.
Kritik
System lapas di
Indonesia perlu dibenahi karena berbagai literature dan berita yang di dapat
bahwa system lapas di Indonesia belum terposisi dengan baik dan pengolahan yang
sangat kurang apalagi lapas memiliki warga yang over atau melebihi sehingga
kurangnya pembinaan yang baik oleh karena iru pemerintah juga harus andil
terhadap rencana perbaikan lapas, sehingga dapat mengurangi dan menyadarkan si
napi dan dapat mengubah diri lewat pembinaan di di lapas
Kesimpulan
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang lebih
bersifat sosialis dan kekeluargaan untuk itu sebuah permasalahan akan semakin
pelik jika suatu hal dianggap tidak bagus padahal dalam proses pelaksanaan
pembinaan di dalam lapas adalah semata-mata memanusiakan si napi sehingga
tujuan akhir si Napi adlah dapat mengembangkan dirinya menjadi lebih baik
kemudian mencegah terjadinya residivis lewat pelatihan-pelatihan keterampilan
di dalam lapas. Namun di negara kita stigma negative masih saja menjadi permasalahan
utama seorang yang telah terpidana.
Pemerintah sudah
melakukan perbaikan di dalam lapas melalui pelatihan-pelatihan sehingga si napi
mempunyai pegangan dan mempunyai keterampilan yang kemudian dapat memenuhi
kebutuhannya sehingga mencegah munculnya residivis oleh karena itu peran
pemerintah memberikan fasilitas dan pelatihan dalam bidangya masing masing
adalah sangat perlu karena kita ketahui pelaku tindak pidana kejahatan yang
lebih banyak adalah yang dilakukan kelas bawah dan masalah yang paling sering
adalah pencarian suatu nafkah baik untuk dirinya maupun untuk orang lain
sehingga menimbulkan suatu permasalan baru yaitu pencurian dan hal-hal lain.
Kita ketahui dalam masalah pidana tidak hanya melulu tentang masalah tentang
memenuhi nafkah tetapi dalam masalah ini penulis lebih mempermasalah kan hal
tersebut.
Daftar Pustaka
https://lpkedungpane.com/profil/tujuan-sasaran/
https://ngada.org/uu12-1995pjl.htm
https://www.researchgate.net/publication/320557561_Pengertian_dan_Sejarah_Singkat_Pemasyarakatan
http://www.negarahukum.com/hukum/lembaga-pemasyarakatan.html
https://www.payungmerah.com/efektivitas-penjara-di-indonesia-part-ii/
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3604206/penghuni-lapas-cipinang-dapat-pelatihan-tenaga-kerja-konstruksi
http://www.neraca.co.id/article/83461/warga-binaan-lapas-dapat-pelatihan-wirausaha
https://www.payungmerah.com/efektivitas-penjara-di-indonesia-part-ii/